Senin, 25 November 2013

SYARAT-SYARAT MENJADI TENAGA PENDIDIK

TUGAS MANDIRI
SYARAT-SYARAT MENJADI TENAGA PENDIDIK
Di Susun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Umum


Dosen Pengampu : Dra. Isti Fatonah, MA



stain-metro.gif











Oleh :
ALI MASKURI        (1282091)

Jurusan      : Tarbiyah
Prodi         : Pendidikan Agama Islam



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )
JURAI SIWO METRO
2013 M
PEMBAHASAN


Pendidikan tidaklah dapat dipisahkan dari kehidupan setiap individu, baik sebagai mahluk individual, ethis maupun mahluk sosial. Tiap-tiap individu akan tumbuh dan berkembang, cepat atau lambat dalam lingkungan yang terus berubah ditentukan antara lain oleh kemampuan pendidik dalam memahami tujuan yang akan dicapai. Keadaan anak didik yang dihadapi dengan segala latar belakangnya.
Sarana pendidikan, ketepatan memilih bentuk komunikasi pendidikan dan keadaan lingkungan sehingga memungkinkan terjadinya interaksi edukatif atau tindakan yang bersifat mendidik dalam pergaulan pendidikan. Hal seperti ini apabila pendidik memahami konsep dasar tentang pendidikan dan memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Syarat-Syarat Menjadi Tenaga Pendidik

Pendidik adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik, sedangkan dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau/mushala, di rumah, dan sebagainya.

Adapun syarat-syarat menjadi pendidik yang profesional antara lain :
  1. Umur
Agar mampu menjalankan tugas mendidik, pendidik seharusnya dewasa terlebih dahulu. Batas ukuran dewasa menurut negara kita ialah berumur 18 tahun atau sudah kawin. Menurut ilmu pendidikan seorang dikatakan dewasa untuk laki-laki sudah berusia 21 tahun dan 18 tahun untuk wanita. Yang dituju dalam pendidikan adalah kedewasaan anak. Tidaklah mungkin membawa anak-anak kepada kedewasaannya jika pendidik sendiri tidak dewasa. Kedewasaan yang diharapkan adalah kedewasaan yang bersifat jasmani maupun psikis.


  1. Kesehatan
Pendidik wajib sehat jasmani maupun rohani. Jasmani tidak sehat menghambat jalannya pendidikan, bahkan dapat membahayakan bagi anak didik. Kesehatan jasmani bagi seorang pendidik sangat mempengaruhi semangat kerja. Pendidik yang sakit-sakitan kerap kali absen dan tentunya akan merugikan anak didik.

  1. Keahlian atau skill
Syarat mutlak yang menjamin berhasil baik bagi semua cabang pekerjaan adalah kecakapan atau keahlian pada pelaksanaan itu. Proses pendidikan itu pula akan berhasil bilamana para pendidik mempunyai keahlian, mempunyai skill, dan mempunyai kecakapan yang memenuhi persyaratan untuk melaksanakan tugas-tugasnya.

  1. Kesusilaan dan dedukasi
Tuntutan dari dalam diri pendidik sendiri untuk memiliki kesusilaan atau budi pekerti yang baik, mempunyai pengabdian yang tinggi. Hal ini adalah sebagai konsekuensi dari rasa tanggung jawab, agar mampu menjalankan tugasnya, mampu membimbing anak didik menjadi manusia susila, menjadi manusia yang bermoral. Bagi pendidik yang profesional dituntut memiliki surat keterangan berkelakuan baik yang diberikan oleh pihak yang berwenang.

  1. Sikap dan sifat pendidik
Sebagai manusia dewasa yang bermoral pancasila diharapkan pendidik mempunyai sikap hidup yang sehat, yaitu tepat dalam menghadapi dan mengamalkan pancasila, dengan kelima sila-silanya.
Sifat-sifat yang dimaksud ialah ;
  1. Rasa tanggung jawab dan dedikasi
  2. Kecintaan kebijaksanaan dan kesabaran
  3. Senantiasa bergaul dengan lingkungan sekitar
  4. Tidak mudah lekas marah dan serata cepat berprasangka buruk
  5. Tidak mudah kecewa
  6. Dan sifat-sifat yang lain. Karena jika seorang pendidik itu bersikap yang tidak baik, maka anak didik akan mudah menirunya.
  1. Mentalitas
Seorang pendidik harus orang yang beragama serta mampu bertanggung jawab atas kesejahteraan agamanya.

  1. Kecakapan serta pengetahuan dasar
1.      Pendidik harus mengenal setiap anak didik yang dipercayakan kepadanya. Yaitu mengetahui secara khusus sifat, kebutuhan, minat, pribadi serta aspirasi anak didik.
2.      Pendidik harus memiliki kecakapan memberi bimbingan sesuai dengan taraf tingkatan perkembangan anak didik.
3.      Pendidik harus memiliki dasar pengetahuan yang luas tentang tujuan pendidikan sesuai tahap-tahap pembangunan.
4.      Pendidik harus memiliki pengetahuan yang bulat dan baru mengenai ilmu yang diajarkan.
5.      Pendidik harus mempunyai kecakapan dalam mengajar dan bijaksana dalam perbuatannya.
6.      Pendidik harus memiliki ilmu mendidik sebaik-baiknya sehingga segala tindakannya dalam mendidik disesuaikan dengan jiwa anak didik.

Di samping syarat di atas, ada syarat khusus yang harus dipenuhi seorang pendidik yaitu:
1.      Pendidik harus mengetahui tujuan pendidikan yang dianut oleh suatu negaranya. Kalau di Indonesia pendidik harus mengetahui tujuan pendidikan nasional yang tertuang di dalam GBHN.
2.      Pendidik harus mengenal peserta didik.
3.      Pendidik harus mempunyai prinsip di dalam menggunakan alat pendidikan. Dan dapat memilih alat mendidik yang sesuai dengan situasi tertentu.
4.      Pendidik harus mempunyai sikap bersedia membantu peserta didik dalam arti lebih sabar.
5.      Pendidik harus mengidentifikasikan diri dengan peserta didik dalam arti mampu menyesuaikan diri dengan anak didik guna mencapai tujuan pendidikan. Jadi, pendidik harus tetap sebagai pendidik yang berkepribadian dan dapat menyesuaikan dengan dunia peserta didik.
6.      Pendidik harus mampu bermasyarakat yang berarti pendidik harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang dapat diterapkan di masyarakat sehingga baik secara langsung maupun tidak langsung peserta didik akan ikut merasakan manfaatnya.

Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang pendidik agar supaya dapat berhasil dalam tugasnya di antaranya adalah hendaknya dalam segala tingkah lakunya, dan dalam segala keadaannya terutama juga yang menyangkut seperti cara mengatur pakaian, cara mengatur rambutnya, dan cara berpakaian itu sendiri, misalkan jangan memakai yang menyolok warnanya, juga potongannya tidak berlebih-lebihan, karena keadaan pendidik itu akan selalu dijadikan cermin bagi anak didiknya, seorang pendidik harus memperbaiki dirinya terlebih dahulu supaya dapat menjadi contoh yang baik bagi muridnya karena dalam pandangan mereka adalah contoh terbaik yang selalu menjadi tumpuan mata, akan saling menceritakan apa yang diucapkan pendidik, dan begitu pula sebaliknya.



KESIMPULAN


Setiap orang dewasa yang bertanggung jawab dengan sengaja mempengaruhi orang lain, memberi pertolongan kepada anak yang masih dalam perkembangan dan pertumbuhan untuk mencapai kedewasaan dapat dikatakan pendidik. Orang dewasa yang dimaksud itu ialah orang tua, pengajar disekolah, pemimpin/pemuka masyarakat.
Adapun syarat menjadi seorang pendidik ialah:
  1. Umur
  2. Kesehatan
  3. Keahlian atau skil
  4. Kesusilaan dan dedukasi
  5. Sikap dan sifat pendidik
  6. Mentalitas
  7. Kecakapan serta pengetahuan dasar


DAFTAR PUSTAKA



Ahmadi, H.Abu. Ilmu PendidikanJakarta: PT RINEKA CIPTA, 2001
Effendi, Mukhlison dan Rodliyah, Siti. Ilmu Pendidikan. Ponorogo: PPS Press, 2004

Yusuf, A. Muri. Pengantar Ilmu PendidikanJakarta: GHALIA INDONESIA, 1982

FUNGSI TENAGA DAMPINGAN TEKHNIS

BAB I
PENDAHULUAN
LembagaPengembangan Tilawatil Qur’an(LPTQ)bertujuan utama untuk mewujudkan penghayatan dan pengamalan Al Qur’an dalam masyarakat  Indonesia yang berpancasila.
Lembaga Studi Agama Dan Filsafat (LSAF) adalahm lembaga ilmiah Islam yang bergerak dalam kegiatan penelitian,pendidikan, pelatihan, dan penerbitan, dengan mengkhususkan kajiannya terutama dalam bimbingan agama dan filsafat.
Secara garis besar  program LSAF terdri atas program penerbitan,program studi dan penelitian,program pendidikan dan pelatihan,program perpustakaan dokumentasi dan informasi,program pengembangan staf,organisasi dan jaringan dan program mobilisasi dana.Masing-masing dipimpin oleh seorang koordinator program yang bertanggung jawab kepada direktur pelaksana.
            Dalam bidang penerbitan LSAF bergerak dalam bidang pengadaan buku jurnal,monografi, serta seri agama dan falsafah.Namun sampai dengan tahun 1991,baru buku dan jurnal yang berhasil di laksanakan.
             Sebagai LSM pada umumnya,LSM Islam merupakan organisasi kemasyarakatan yang tumbuh berdasarkan nilai-nilai kerakyatan,yang bertujuan menumbuhkan kesadaran dan kemandirian masyarakat untuk mengangkat harkat kehidupan mereka.





BAB II
PEMBAHASAN

FUNGSI TENAGA DAMPINGAN TEKHNIS
            Dalam pembangunan masyarakat islammaka tenaga dampingan tekhnis sangat di perlukan,sebab dengan tenaga dampingan maka masyarakat Islam akan terarah terakomondasi di dalam menghadapi perkembangan zamanyang sangat cepat dan pesat.
Tenaga dampingan tekhnis dalam pembangunan masyarakat Islam tidak hanya dari lingkungan formal maupun dari lingkungan informal,sebab dengan kedua lingkungan tersebut maka pengembangan umat Islam dapat di pantau dan di awasi dengan seksama dengan terciptanya masyarakat Islam yang sempurna dan berdaya guna dan masyarakat Islam yang bermanfaat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tenaga dampingan tekhnis di dalam pengembangan masyarakat Islamantara lain:
a.       Lembaga PengembanganTilawatil Qur’an (LPTQ);
b.      Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF);
c.       Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)Islam.

A.    LEMBAGA PENGEMBANGAN TILAWATIL QUR’AN (LPTQ)
Lembaga yang mempunyai tujuan utama untuk mewujudkan penghayatan dan pengamalan Al Qur’an dalam masyarakat  Indonesia yang berpancasila.Untuk mencapai tujuan tersebut,(LPTQ):
1.      Menyelenggarakan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) di tingkat nasional dan didaerah.
2.      Menyelenggarakan tilawah (baca dan lagu), tahfiz (hafalan), khat (tulis indah),dan pameran Al Qur’an.
3.      Meningkatkan pemahaman Al Qur’an melalui penerjemah,penafsiran,pengkajian,dan klasifikasi ayat-ayat  Al Qur’an.
4.      Meningkatkan penghayatan dan pengamalan Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.


Lembaga ini di dirikan berdasarkan keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri Republik Indonesia No.19 Tahun 1977/No 151 Tahun 1977 yang di tetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei 1977. Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri RI ketika itu adalah KH. Mukti Ali dan H. Amirmachmud. Di antara dasar pembentukannya ialah bahwa Musabaqoh Tilawatil Qur’an telah melembaga telah membudaya di masyarakat serta telah memberikan manfaat yang besar dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya.Di samping pertimbangan tersebut,juga ada pertimbangan lain,yaitu surat bersama Gubenur/ Kepala Daerahkhususnya Ibu Kota Jakarta dan Gubenur / Kepala Daerah Sulawesi Selatan serta restu Presiden RI yang di sampaikan pada upacara peringatan Nuzul Qur’an tanggal 22 September 1975 di Jakarta dan pada upacara pembukaan Musabaqoh Tilawatil Qur’an tingkat nasional IX tahun 1976 di Samarinda,Ibu Kota Kalimantan Timur.

Kedudukan,pengangkatan dan tanggung jawab pengurus LPTQ di atur sebagai berikut:
1.      Pengurus LPTQ tingkat nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara,di angkat dan di berhentikan oleh Menteri Agama, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama dan Menteri Dalam Negri.
2.      Pengurus LPTQ tingkat propinsi berkedudukan di Ibu Kota propinsi, di angkat dan di berhentikan,berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubenur  Kepala Derah.
3.      Pengurus tingkat Kabupaten/ Kota Madya berkedudukan di Ibu Kota Kabupaten dan Kota Madya,di angkat dan di berhentikan, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota
4.      Pengurus LPTQ  tingkat Kecamatan berkedudukan di Ibu Kota Kecamatan,di angkat dan di berhentikan,berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Camat.
Pembinaan dan kepengurusan LPTQ dari tingkat pusat,tingkat propinsi,tingkat kabupaten/kota madya sampai tingkat kecamatan di laksanakan secara terpadu oleh Departemen-departemen, dan lembaga terkait,yaitu:
1.      Menteri Agama;
2.      Menteri dalam Negeri;
3.      Menteri Penerangan;
4.      Menteri Perhubungan;
5.      Menteri Pendidikan dan Kebudayaan;
6.      Menteri Sosial; dan
7.      Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia(MUI).

Cara kerja pada pengurus LPTQ bersifst kebersamaan,dalam arti semua kebijaksanaan dibicarakan,diputuskan,di laksanakan bersama sesuai dengan pembagian tugas masing-masing dan di pertanggung jawabkan bersama.
Mengenai hubungan organisasi antara LPTQ tingkat nasional dan LPTQ di daerah bersifat pembinaan,bimbingan, dan koordinasi.Hubungan instansional dalam kegiatan LPTQ di lakukan antar Menteri Agama dan Gubenur/Kepala Daerah,begitu seterusnya sampai Camat.




B.     LEMBAGA STUDI AGAMA DAN FILSAFA (LSAF)
Lembaga ilmiah Islam yang bergerak dalam kegiatan penelitian,pendidikan, pelatihan, dan penerbitan, dengan mengkhususkan kajiannya terutama dalam bimbingan agama dan filsafat.Lembaga ini di dirikan oleh beberapa cendekiawam muslim Indonesia yang tidak aktif dalam Jakarta.
Cendekiawan muslim yang ikut mendirikan dalam lembaga ini antara lain adalah:Dr.Ir.M.Amin Aziz, Dr.Ir. A.M.Syapudin,Drs.H.M.Dewan Rahardjo dan lain-lain.
Sebagai Cendekiawan muslim juga aktivis lembaga pengembangan swadaya masyarakat (LPSM), mereka melihat bahwa umat Islam dewasa ini mempunyai permasalahan tertentu dalam berhadapan dengan dunia moderen.Latar belakang berdirinya lembaga ini di maksudkan sebagai alat untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Sebagai contoh, dalam rangka pergumulan Islam dengan dunia modern,apa yang di namakan dengan etika pembangunan umat perlu di rumuskan.Ada  4 alasan mengapa etika itu sangat di butuhkan,di antaranya:
1.      Umat Islam dewasa ini hidup dalam suatu masyarakat yang bersifat sangat majemuk (Fluralistik). Setiap subkultur masyarakat mempunyai ajaran moral sendiri.Dalam berhadapan menawarkan ajaran moral yang kukuh.
2.      Islam dan umat Islam dewasa ini menghadapi transnformasi yang sangat cepat.Transnformasiitu membawa umat islam pada krisis orientasi pertimbangan moral biasa di pakai sebagai pendasaran rasional atau suatu tindakan tidak lagi di hayati.
3.      Sebagai orang yang menyakini adanya wahyu yang merupakan ajaran universal,seorang muslim memerlukan kemantapan dalam menganut ajaran,yaitu yang sesuai dengan wahyu tetapi terbuka terhadap kritik rasional.Dalam rangka mencari,merumuskan, menguji mepertajam wawasan,dan menyebarluaskan lembaga itulah lembaga studi agama dan filsafat ini di dirikan.
Lembaga ini terdiri dari atas beberapa  tingkatan pengurus antara lain:
1.      Pengurus YayasanStudi Agama dan Filsafat (YSAF),yang mempunyai wewenang mengangkat dan memberhentikan Dewan Direktur dan Direktur Pelaksana.
2.      Pengelolaan program yang terdiri dari: Dewan Direktur dan Direktur Pelaksana. Dewan Direktur berfungsi sebagai lembaga legislative dengan tugas utama merumuskan kebijakan lembaga, memberikan kerangka pemikiran,dan bersama direktur pelaksana penyusun program tahunan.Direktur pelaksana yang di bantu oleh beberapa orang staf dan koordinator program bertugas sebagai pelaksana program pelaksana.

Secara garis besar  program LSAF terdri atas program penerbitan,program studi dan penelitian,program pendidikan dan pelatihan,program perpustakaan dokumentasi dan informasi,program pengembangan staf,organisasi dan jaringan dan program mobilisasi dana.Masing-masing dipimpin oleh seorang koordinator program yang bertanggung jawab kepada direktur pelaksana.
Dalam bidang penerbitan LSAF bergerak dalam bidang pengadaan buku jurnal,monografi, serta seri agama dan falsafah.Namun sampai dengan tahun 1991,baru buku dan jurnal yang berhasil di laksanakan.
Program pendidikan dan penelitian sampai tahun 1991 baru mengambil bentuk paket-paket studi Islam dan pemikiran filsafat yang ditawarkan kepada masyarakat muslim kota yang tergolong kelas menengah atas.Program ini di maksudkan sebagai pelayanan jasa pendidikan di bidang agama dan filsafat kepada masyarakat umum yang meminatinya dan mempunyai kemauan belajar agama dan filsafat dalam penyusunan modern dan terbuka atas keritik. Secara umum, program ini memberikan suatu penafsiran ilmu keIslaman yang modern dengan tekanan yang besar pada bidang etikanya.Di samping memberikan tempat dialog bagi peserta untuk mendiskusikan berbagai masalah agama.Paket-paket studi ini meliputi kursus-kursus:Etika Al Qur’an,Etika sosial,Tasawuf,Studi Islam Intensif, Filsafat Islam,Filsafat Umum,Jurnalistik,Metodologi Penelitian Agama,Metodologi Penelitian Filsafat,dan Metodologi Filsafat.
C.    LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) ISLAM
Sebagai LSM pada umumnya,LSM Islam merupakan organisasi kemasyarakatan yang tumbuh berdasarkan nilai-nilai kerakyatan,yang bertujuan menumbuhkan kesadaran dan kemandirian masyarakat untuk mengangkat harkat kehidupan mereka.
LSM pada mulanya disebut organisasi non pemerintahan(Ornop) sebagai terjemahan dari Non Governmental Organization (NGO),terminology yang bisa di gunakan oleh PBB. Akan tetapi, karena cakupan pengertian Ornup sangat luas dan bisa membingungkan, sebab bisa mencakup semua organisasi masyarakat yang berbeda di luar struktur dan jalur formal pemerintahan (misalnya,Partai Politik),maka di gunakan nama LSM.
              Secara sosiologis,organisasi non pemerintahan ini dapat di bagi menjadi dua kelompok besar.Yang pertama di sebut”kelompok primer”(prymary group), yaitu kelompok masyarakat yangmempunyai aspirasi dan kegiatan bersama dengan ciri hubungan yang dekat  dan intim sekali serta dan bersifat sukarela,di mana interaksi para anggotanya terjadi dari hari ke hari dengan cara tatap muka,dan saling menolong dalam kepentingan bersama.Kelompok ini biasanya merupakan komunitas kecil dan berada di lapisan bawah,kelompok inilah dalam istilah pembangunandewasa ini di sebut LSM.
             Yang kedua disebut”kelompok sekunder”(secondary gorups),yaitu kelompok masyarakat yang tumbuh dari tengah-tengah masyarakat yang para anggotanya mempunyai kepentingan bersama untuk melakukan usaha atau kegiatan bersama dalam lingkungan atau skala yang relatif terbatas guna mencapai tujuan bersama yang tidak hanya bersifat material saja.Jumlah anggotanya lebih besar dari pada kelompok primer dan mempunyai jaringan hubungan yang luas dengan kelompok primer.
             Tujuan yang lain adalah menumbuhkan dan mengembangkan swadaya kelompok-kelompok primer tersebut. Kelompok ini di sebut Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat(LPSM).Untuk masa sekarang pengertian LSM bisa mencakup pula LPSM. LSM Islam bisa mengambil bentuk dari kedua kelompok tersebut.
             Keprihatinan yang amat dalam terhadap       masalah-masalah besar dan mendasar yang melanda umat manusia, yang menyebabkan lahirnya LSM-LSM diberbagai negara dalam dua tiga puluh tahun terakhir ini, telah pula menjadi faktor pendorong yang kuat bagi lahirnya LSM-LSMIslam ditanah air.
             Keprihatinan tersebut menjelma menjadi kesadaran akan perlunya anggota masyarakat menunjukan tanggung  jawabnya untuk turut memecahkan masalah masyarakat, seperti kemiskinan, ledakan penduduk, HAM, perusakan lingkungan, kebodohan dan lain-lain.
             Pada sisi lain umat Islam di Indonesia yang merupakan bagian terbesar dari rakyat dinegara ini diduga secara kuat merupakan kelompok yang paling besar yang merasakan dan terlibat dalam masalah-masalah kemanusian tersebut.
             Bila bagian terbesar dari rakyat tersebut tidak terbebaskan dari masalah-masalah kemanusian tadi, maka hal tersebut akan menjadi kendala yang amat besar bagi pembangunan bangsa.
Dalam konteks tersebut, berbagai kalangan dan kelompok masyarakat Islam mengambil langkah konkrit dengan membentuk kelompok-kelompok kecil, yang kemudian dikenal sebagai LSM, LSM islam muncul dari lingkungan pesantren, lembaga-lembaga pendidikan islam, ormas-ormas Islam dan lain-lain.
             Tidak terdapat petunjuk yang jelas mengenai identitas LSM Islam yang diberikan disini, kecuali bahwa beberapa LSM tersebut mencantumkan kata islam pada namanya, misalnya Yayasan Pendidikan Islam “Syekh Ahmad Basir”, atau identitas tersebut diketahui karena LSM tersebut berasal dari lingkungan lembaga atau organisasi islam, misalnya Panti Asuhan Budi Mulya Aisyiyah, dan Yayasan Pondok Pesantren Al-Urwatul Wutsqo.
             Identitas sebuah LSM sebagai LSM Islam juga dapat diketahui dengan melihat orang-orang dibelakang LSM tersebut, yang secara luas dikenal sebagian mempunyai keprihatinan terhadap masalah-masalah yang dihadapi umat Islam.
             LSM-LSM Islam ataupun LSM-LSM yang dikelola oleh orang-orang Islam secara umum dapat dikatakan belum memiliki kualitas yang memadai baik dari segi dana maupun profesionalitas managemennya.
             Kekurangan tersebut merupakan tantangan bagi LSM Islam, umat Islam yang berbeda didaerah-daerah yang sulit dijangkau yang seharusnya menjadi sarana pembinaan LSM Islam tersebut menjadi tidak tersentuh.




                                                                           


BAB III
KESIMPULAN

Tenaga dampingan tekhnis dalam pembangunan masyarakat Islam tidak hanya dari lingkungan formal maupun dari lingkungan informal,sebab dengan kedua lingkungan tersebut maka pengembangan umat Islam dapat di pantau dan di awasi dengan seksama dengan terciptanya masyarakat Islam yang sempurna dan berdaya guna dan masyarakat Islam yang bermanfaat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tenaga dampingan tekhnis di dalam pengembangan masyarakat Islamantara lain:
a.       Lembaga PengembanganTilawatil Qur’an (LPTQ);
b.      Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF);
c.       Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)Islam.
LembagaPengembangan Tilawatil Qur’an(LPTQ) bertujuan utama untuk mewujudkan penghayatan dan pengamalan Al Qur’an dalam masyarakat  Indonesia yang berpancasila.
Lembaga Studi Agama Dan Filsafat (LSAF) adalahm lembaga ilmiah Islam yang bergerak dalam kegiatan penelitian, pendidikan, pelatihan, dan penerbitan, dengan mengkhususkan kajiannya terutama dalam bimbingan agama dan filsafat.
Sebagai LSM pada umumnya, LSM Islam merupakan organisasi kemasyarakatan yang tumbuh berdasarkan nilai-nilai kerakyatan, yang bertujuan menumbuhkan kesadaran dan kemandirian masyarakat untuk mengangkat harkat kehidupan mereka.




DAFTAR PUSTAKA


Elhany Hemlan, Pengembangan Masyarakat Islam,

Selasa, 12 November 2013

ARAH DAN TUJUAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

ARAH DAN TUJUAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

I.                   Pendahuluan
            Manusia adalah makhluk sosial yang hidup dalam kebersamaan, sejak kelahirannya hingga kematiannya tidak pernah hidup sendiri, tetapi selalu dalam suatru lingkungan sosial yang saling membutuhkan dan saling melengkapi satu sama lain, yang kemudian disebut masyarakat (Parsudi,1986:89). Masyarakat  adalah kumpulan sekia banyak individu kecil atau besar yang terkait oleh satuan adat, ritus atau hukum khas dan hidup bersama untuk mencapai tujuan (Quraish Shihab, 1996). Dalam setiap masyarakat, jumlah kelompok dan kesatuan sosial tidak hanya satu, sehingga seorang warga masyarakat dapat menjadi anggota dari berbagai kesatuan atau kelompok sosial. (Parsudi, 1986).  Dalam al-qur’an untuk menunjuk masyarakat digunakan kata; qaum, ummah, syu’ub dan qabail, disamping menggunakan kata al-mala’, al-mustakbirin, muatadh’afin dan lain-lain.
            Apapun namanya, manusia yang tergabung dalam kesatuan sosial di dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya selalu mengalami perubahan dan perkembangan kea rah yang lebih baik, lebih maju, tentunya melalui sebuah proses. Dalam hal usaha memenuhi kebutuhan hidup ada yang berlebihan dan ada yang kekurangan (bai materi maupun spiritual), artinya dalam usaha tersebut manusia (masyarakat menghadapai banyak masalah dan tantangan yang membutuhkan pemecahan, kaitannya dengan hal ini ada orang atau masayarakat yang mampu mengatasinya sendiri ada yang memerlukan bantuan orang lain, disinilah dakwah dengan segala macam bentuk dan wujudnya ikut ambil andil mengatasi dan menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat tersebut. Mengenai arah perubahan dan perkembangan dalam kehidupan masyarakat dari sudut pandang sosiologi, terdapat berbagai pandangan, antara lain Augute Comte mengatakan bahwa perubahan terjadi dari metafisikan ke posivistik, Durkheim melihat dari solidaritas mekanik ke solidaritas organic, sementara itu Max Weber melihat bahwa perubahan dari non rasional menuju rasional dan masih banyak pandangan yang lain. Terlepas dari berbagai pandangan di atas yang jelas  beberapa teori di atas sangat membantu kiprah dan aktivitas dakwah, yang pada gilirannya akan mempengaruhi arah atau tujuan pengembangan masyarakat Islam.
II.                Arah Pengembangan Masyarakat Islam
            Membangun (mengembangkan) suatu masyarakat agar menjadi meju, mandiri dan berbudi bukanlah sesuatu yang mudah, seperti membalikkan telapak tangan. Upaya tersebut tidak saja membutuhkan tekad dan keyakinan, tetapi juga kerja keras dan tak kenal  lelah. Berbagai teori pembangunan bermunculan, dan dianut oleh berbagai bangsa dan negara seperti teori  pertumbuhan yang dikembangkan oleh Rostow dan Harrod Domar, dan konsep ini pula tampaknya telah diadopsi pemerintah Indonesia pada masa Orde Baru dengan Istilah masyarakat tingggal landas. Walaupun pada akhirnya keadaan ekonomi bangsa Indonesia terpuruk ke titik nadir karena tidak mempertimbangkan pembangunan dari aspek mental bangsa.
            Masalah lain yang kemudian muncul adalah bagaimana arah pengembangan atau pembangnan masyarakat Islam? Untuk menjawab pertanyaan sederhana ini  layak kiranya kita telaah terlebih dahulu makna masyarakat Islam. Yusuf Qardhawy mengemukakan bahwa masyarakat Islam adalah masyarakat yang komitmen memegang teguh aqidah Islamiyah “Laa ilaaha Illallah Muhammadan Rasulullah”(menolak keyakinan lain) tertanam dan berkembang dalam hati sanubari, akal dan perilaku diri pribadi menularkan kepada sesama dan generasi penerus. Sedangkan yang akan dituju dalam pengemabangan masyarakat Islam adalah masyarakat Islam Ideal, seperti gambaran masyarakat yang diabangun oleh Rasulullah bersama umat Islam pada awal kehadirannya di Madinah, kota yang dahulu bernama Yatsrib dirubah dengan nama baru “Madinah al-nabi” dari asal kata madaniyah atau tamaddun (civilization) yang berarti peradaban, maka masyarakat Madinah atau  Madani (civil Society) adalah masyarakat yang beradab yang dilawankan dengan masyarakat Badwy, yang berarti masyarakat yang pola kehidupannya berpindah (Nomaden) dan belum mengenal norma aturan (Nurcholish Madjid, 1992: 312-315).
            Melihat gambaran masyarakat Islam ideal dari kondisi jahiliyah menjadi masyarakat yang beradab, berwawasan bernorman, maka penulis jika boleh mengusulkan bahwa arah pengembangan masyarakat islam bukan sekedar mengejar pertumbuhan ekonomi seperti Rostow dan Harorod Domar, tetapi harus diimbangi dengan landasan moral spiritual sebagai alat konrol. Dalam penegrtian dakwah pembangunan atau pengembangan masyarakat arahnya untuk mencapai kondisi mental (iman, taqwa, ihsan dan sejenisnya) yang stabil dengan kondisi kehidupan yang lain baik dalam kehidupan individu maupun sosial. Dan paradigm yang digunakan Comte, Durkheim maupun Weber, tetapi paradigm spiritual yang bersumber dari Al-Qur’an (tentunya harus dijabarkan lebih lanjut),Yakni “Litukhrijan naasa minadzulimaati ilan nuri”, dalam bahasa dakwah dipahami dengan apa yang disebut ‘an-nahyu ‘ani al-munkar, dan lain-lain yang tidak termasuk kategori munkat tetapi memerlukan perbaikan dan peningkatan, seperti: Kemiskinan, kebodohan, keterbelakngan, ketertindasan dan sejenisnya. Pendek kata semua bentuk dan jenis masalah yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat. Sedang ‘ila an-nur, dalam pengertian dakwah dapat dipahami dalam konsep ‘al Amru bil al-ma’ruf. Mengejaka manusia kepada iman, taqawa, ihsan akhlakuk karimah, kemajuan, keadilan, pemerataan dan lain-lain. Dalam hal ini bagaimana bagi mereka yang sudah dalam kategori atau kondisi ‘an-nur atau ‘al-ma’ruf? Apakah mereka tidak perlu lagi pengembangan?
            Pertanyaan di atas dapat dijawab dengan dasar asumsi, bahwa seseorang atau kelompok ataupun masyarakat tentu mengali persoalan, hanya saja berat ringatnya persoalan berbeda. Maka jawaban dari pertanyaan tersebut adalah semua orang atau masyarakat memerlukan usaha pengembangan, hanya saja dalam pengemabnhga amsyaraat harius dilihat dari skala prioritas, mana yang penting dan mana yang kurang penting. Bagi masyarakat yang dalam kondisi sudah baik kondisi sosial, ekonomi dan budayanya maka pengembangan lebih bermakna peningkatan dan memelihara kondisi baik tersebut agar tidak terkena virus munkar.
III.             Tujuan Pengembangan Masyarakat Islam
Berangkat dari sebuah asumsi dasar bahwa setiap orang dalam kelompok masyarakat mesti mengalami perubahan baik lambat maupun cepat, dalam merancang perubahan tersebut dalam masyarakat muncul persoalan hidup dan kehidupan, baik yang berkaitan dengan persoalan material maupun non material baik individu maupun kelompok. Setiap manusia anggota masyarakat selalu berusaha untuk mengatasi masalah tersebut  ada yang mampu mengatasinya sendiri dengan memanfaatkan segala daya kemampuannnya dan ada pula yang membutuhkan bantuan orang lain. Artinya ada yang mampu mengaktualisasikan kemampuan yang dimiliki dalam mengatasi masalahnya, ada pula yang yang membutuhkan bantuan orang lain atau kelompok lain. Disinilah fungsi dakwah sebagai penyebar an-nur dan rahmat (fungsi pengembang) bagi seluruh umat manusia bahkan alam semesta.
            Dakwah yang dilaksanakan dalam rangka mengembangkan masyarakat, sesuai dengan namanya maka, hendaknya dilaksanakan dengan gerakan jama’ah dan dakwah jamaah, artinya: jama’a menunjukkan suatu kelompok masyarakat kecil yang lebih luas dari keluarga yang hidup bersama untuk secara bersama-sama mengidentifikasi persoalan dan masalah hidup, mengenai kebutuhannya baik dalam urusan ubudiyah, uluhiyah maupun bidang kehidupan lainnya seperti: sosial, ekonomi, budaya, politik dan lain-lain. Karena itu kata jama’ah tidak ada kaitannta dengan jama’ah Islamiyah yang pernah berkembang di Indonesia( Munir Mulkhan, 1996: 214).
            Pelaksanaan dakwah jama’ah merupakan program kegiatan dakwah yang menempatkan seseorang atau kelompok orang yang menjadi inti utama gerakan jama’ah (pengembang masyarakat) atau da’i. sedangkan jama’ah adalah kelompok masyarakat yang berada dalam lingkup geografis yang sama dengan inti jama’ah dan brsama-sama mengembangkan potensi yang dimiliki jama’ah dalam rangka mengatasi persoalan hidup dimiliki jama’ah dalam rangka mengatasi persoalan hidup mereka (Amin Rais dan Watik, 1986:32), jika perlu maka dapat diangkat pamong jama’ah yang berfungsi sebagai coordinator (sesepuh jama’ah atau masyarakat) dalam mendiskusikan segala permasalahan yang mereka hadapi.
            Inti jama’ah sebagai pengembang masyarakat dituntut memiliki kemampuan lebih (dalam bidang tertentu) dibandingkan jama’ah, tetapi dalam bidang tertentun lainnya jama’ah sebenarnya lebih mengetahui dan menguasai. Setidaknya inti jama’ah (pengembang atau da’i) memiliki kemampuan dan keahlian: Pertama, Menganalisis problem sosial keagamaan masyarakat, Kedua, Merancang kegiatan pengembangan masyarakat berdasarkan hasil analisis problem. Ketiga, mengelolan dan melaksanakan kegiatan pengembangan berdasarkan rencana yang telah disepakati. Keempat, mengevaluasi kegiatan pengembangan masyarakat dan kelima, melatih jama’ah atau masyarakat dalam menganalisis problem yang dihadapi jama’ah atau masyarakat, merancang, mengelola dan melaksanakan kegiatan pengembangan serta mengevaluasi kegiatan pengembangan.
            Berdasrakan uraian tersebut dapat dirumuskan beberapa tujuan pengembangan masyarakat Islam yaitu memiliki akidah yang kuat, akhlak mulya dan istiqamah serta memiliki keahlian (skill) yang yang memadai. Secara sistematis arah tujuan pengembangan masyarakat Islam trsebut adalah sebagai berikut:
1.      Menganalisis problem sosial secara umum dan keagamaan secara khusus yang muncul dalam kehidupan masyarakat sebagai akibat adanya perubahan sosial.
2.      Merancang kegiatan pengembangan masyarakat berdasarkan problem yang ada, berdasarkan skala prioritas.
3.      Mengelola dan melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat berdasarkan rencana yang disepakati (kemampuan menjadi pendamping)
4.      Mengevaluasi seluruh proses pengembangan masyarakat (evaluasi pendampingan)

5.      Melatih masyarakat dalam menganalisis problem yang mereka hadapi, merancang, mengelola, dan mengevaluasi kegiatan pengembangan masyarakat (pelatihan pelatihan pendampingan)